Daftar Isi
Apa Kandungan dan Komposisi Arinia?
Kandungan dan komposisi produk obat maupun suplemen dibedakan menjadi dua jenis yaitu kandungan aktif dan kandungan tidak aktif. Kandungan aktif adalah zat yang dapat menimbulkan aktivitas farmakologis atau efek langsung dalam diagnosis, pengobatan, terapi, pencegahan penyakit atau untuk memengaruhi struktur atau fungsi dari tubuh manusia.
Jenis yang kedua adalah kandungan tidak aktif atau disebut juga sebagai eksipien. Kandungan tidak aktif ini fungsinya sebagai media atau agen transportasi untuk mengantar atau mempermudah kandungan aktif untuk bekerja. Kandungan tidak aktif tidak akan menambah atau meningkatkan efek terapeutik dari kandungan aktif. Beberapa contoh dari kandungan tidak aktif ini antara lain zat pengikat, zat penstabil, zat pengawet, zat pemberi warna, dan zat pemberi rasa. Kandungan dan komposisi Arinia adalah:Aripiprazole
Aripiprazole merupakan suatu obat yang oleh Food and Drug Administration (FDA) telah disetujui penggunaannya pada tanggal 15 November 2002 untuk pengobatan skizofrenia, obat antipsikotik atipikal keenam dari jenisnya. Baru-baru ini menerima persetujuan FDA untuk pengobatan manik akut dan episode campuran yang terkait dengan gangguan bipolar, serta pengobatan depresi. Aripiprazole dikembangkan oleh Otsuka di Jepang; di AS, Otsuka America memasarkan obat tersebut bersama dengan Bristol Meyers Squibb.
Farmakologi
Mekanisme aksi Aripiprazole berbeda dari antipsikotik atipikal lain yang disetujui FDA (misalnya, clozapine, olanzapine, quetiapine, ziprasidone, dan risperidone). Aripiprazole tampaknya memediasi efek antipsikotiknya terutama oleh agonis parsial pada reseptor D2, yang telah terbukti memodulasi aktivitas dopaminergik di area di mana aktivitas dopamin dapat ditingkatkan atau dikurangi, seperti di area mesolimbik dan mesokortikal otak skizofrenia. Selain aktivitas agonis parsial pada reseptor D2, aripiprazole juga merupakan agonis parsial pada reseptor 5-HT1A, dan seperti antipsikotik atipikal lainnya menampilkan profil antagonis pada reseptor 5-HT2A. Aripiprazole memiliki afinitas moderat untuk reseptor histamin dan alfa-adrenergik, dan tidak ada afinitas yang cukup untuk reseptor muskarinik kolinergik.
Farmakokinetik
Aripiprazole menampilkan kinetika linier dan memiliki waktu paruh eliminasi sekitar 75 jam. Konsentrasi plasma steady-state dicapai dalam waktu sekitar 14 hari. Cmax (konsentrasi plasma maksimum) dicapai 3-5 jam setelah pemberian oral. Ketersediaan hayati tablet oral adalah sekitar 90% dan obat mengalami metabolisme hati yang ekstensif (dehidrogenasi, hidroksilasi, dan N-dealkilasi). Metabolit utama aktifnya adalah dehydro-aripiprazole, yang waktu paruh eliminasinya sekitar 94 jam. Obat parenteral diekskresikan hanya sedikit, dan metabolitnya, aktif atau tidak, diekskresikan melalui feses dan urin.
Metabolisme
Aripiprazole dimetabolisme oleh isoenzim Cytochrome P450 3A4 dan 2D6. Oleh karena itu, pemberian bersama aripiprazole dengan obat-obatan yang dapat menghambat (misalnya paroxetine, fluoxetine) atau menginduksi (misalnya carbamazepine) enzim-enzim metabolik ini dapat meningkatkan atau menurunkan, masing-masing, konsentrasi plasma aripiprazole.
Efek samping
Efek samping yang dilaporkan dalam sisipan paket untuk aripiprazole termasuk akatisia, sakit kepala, mual, muntah, mengantuk, dan insomnia. Otsuka Pharma telah melaporkan insiden efek samping ekstrapiramidal (EPS) yang rendah, yang mengecualikan akatisia dari profil EPS. Selain itu, karena mekanisme aksinya yang baru, Abilify telah dikaitkan dengan mania dalam beberapa laporan kasus, menyebabkan keadaan degeneratif, delusi yang berbeda dan kurang parah daripada yang biasanya diderita pada skizofrenia. Ini paling umum ketika Abilify diresepkan pada dosis yang lebih rendah dari yang ditunjukkan.
Sediaan
Aripiprazole tersedia dalam tablet 1mg, 2mg, 5mg, 10mg, 15mg, 20mg, dan 30mg.
Aripiprazole juga tersedia sebagai larutan 1mg/1ml.
Peringatan tentang obat dengan nama yang mirip
Bendera peringatan dikibarkan dengan nama obat: akhiran '-prazole' menunjukkan bahwa obat tersebut adalah salah satu penghambat pompa proton (mirip dengan omeprazole, pantoprazole, dan lansoprazole), yang digunakan untuk mengobati penyakit tukak lambung. Tetapi aripiprazole berada di kelas yang sama sekali berbeda. Aripiprazole dapat memicu efek samping yang tidak perlu ketika diresepkan untuk penyakit tukak lambung.
Efek samping lainnya
Efek samping yang umum: Akathisia, sakit kepala, kelelahan atau kelemahan yang tidak biasa, mual, muntah, perasaan tidak nyaman di perut, sembelit, pusing, sulit tidur, gelisah, kantuk, gemetar, dan penglihatan kabur.
Efek samping yang tidak umum: Gerakan berkedut atau menyentak yang tidak terkendali, tremor dan kejang. Beberapa orang mungkin merasa pusing, terutama saat bangun dari posisi berbaring atau duduk, atau mungkin mengalami detak jantung yang cepat.
Efek samping yang jarang terjadi: Kombinasi demam, kekakuan otot, pernapasan lebih cepat, berkeringat, penurunan kesadaran, dan perubahan mendadak pada tekanan darah dan detak jantung (sindrom neuroleptik ganas).
Efek samping yang sangat jarang: Reaksi alergi (seperti pembengkakan di mulut atau tenggorokan, gatal, ruam), peningkatan produksi air liur, gangguan bicara, gugup, agitasi, pingsan, laporan nilai tes hati yang abnormal, radang pankreas, nyeri otot , kelemahan, kekakuan, atau kram.
Saat menggunakan aripiprazole, beberapa pasien lanjut usia dengan demensia telah menderita stroke atau stroke 'mini'. Pasien lain mungkin mengalami gula darah tinggi atau timbulnya atau memburuknya diabetes.Arinia Obat Apa?
Apa Indikasi, Manfaat, dan Kegunaan Arinia?
Indikasi merupakan petunjuk mengenai kondisi medis yang memerlukan efek terapi dari suatu produk kesehatan (obat, suplemen, dan lain-lain) atau kegunaan dari suatu produk kesehatan untuk suatu kondisi medis tertentu. Arinia adalah suatu produk kesehatan yang diindikasikan untuk:
Skizofrenia.
Antipsikotik (neuroleptik atau obat penenang utama) adalah suatu kelas obat yang digunakan untuk terapi pengobatan psikosis (termasuk delusi, halusinasi, paranoia, atau gangguan jiwa), terutama dalam skizofrenia dan bipolar. Antipsikotik biasanya efektif dalam meredakan gejala psikosis dalam jangka pendek. Antipsikotik pertama yang diluncurkan ke publik adalah Thorazine (chlorpromazine), obat medis yang sebenarnya semula digunakan untuk tujuan anestesi atau pembiusan sebelum proses bedah. Thorazine ditemukan dapat menimbulkan ketenangan pada orang yang dibiusnya, dan setelah diputuskan untuk dirilis ke ranah kesehatan dan diberikan pada orang dengan skizofrenia, terbukti bahwa obat medis ini menimbulkan pemulihan yang sangat berarti, sehingga sejak peluncurannya pada pertengahan tahun 1950-an sebagai obat resmi kejiwaan, ada banyak sekali pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit jiwa kemudian dipulangkan ke masyarakat karena gangguannya dianggap sudah membaik. Di Indonesia pada masa sekarang ini, Thorazine masih banyak dipergunakan untuk mengobati skizofrenia dengan gangguan halusinasi dan waham yang kuat yang diiringi dengan gangguan sukar untuk terlelap tidur. Thorazine dikenal di Indonesia dengan nama CPZ (baca: cépézét) yang merupakan singkatan dari nama generiknya, chlorpromazine. Sebelum itu, reserpin merupakan obat medis yang bisa ditelusur riwayatnya dari tumbuhan Rauwolfia serpentina yang di India telah lama dipergunakan untuk mengobati gigitan ular, insomnia, tekanan darah tinggi, dan masalah kejiwaan. Mekanisme jamu dari tumbuhan ini yang berdampak terhadap depresi, memberikan inspirasi untuk membuat obat yang mirip untuk menangani gangguan psikotik. Pada akhir tahun 1950-an, sebuah penelitian yang dilakukan oleh sebuah perusahaan farmasi di Belgia, tiba pada kesimpulan akan sebuah penemuan haloperidol, yang pada proses pembuatannya meniru mekanisme Thorazine namun merupakan obat dengan struktur kimiawi yang benar-benar berbeda. Jika obat-obatan di atas secara bio-kimiawi hanya menghambat neurotransmiter yang bernama dopamin, maka penemuan obat selanjutnya, clozapine, yang merupakan antipsikotik golongan baru yang pertama pada tahun 1970-an, menggunakan mekanisme yang berbeda dengan antipsikotik sebelumnya. Antipsikotik jenis yang terakhir ini punya mekanisme kerja yang lain dalam otak (yang membuatnya banyak disebut dengan antipsikotik atipikal, atau antipsikotik yang cara bekerjanya "tidak biasa"), yang tidak hanya menghambat penerimaan dopamin pada sel saraf, tapi juga bekerja pada serotonin, sehingga lebih mampu untuk mengembalikan keseimbangan neurotransmiter atau "zat penyampai pesan dari satu sel saraf ke sel saraf yang lainnya" yang berdampak pada tercapainya pemulihan dari skizofrenia. Rangkaian penelitian jangka panjang telah melahirkan sejumlah antipsikotik yang bervariasi keefektifan dan efek sampingnya, termasuk penemuan aripiprazole, sebuah antipsikotik yang hingga kini dianggap sebagai paling minim efek samping. Dalam uji klinisnya dan dari penggunaan selama ini, diketahui bahwa beberapa di antaranya, misalnya olanzapin dan quetiapine, dapat digunakan untuk memulihkan gangguan alam perasaan (affective disorders) sehingga dapat diberikan untuk mengobati gangguan skizoafektif maupun gangguan bipolar. Di Indonesia, risperidon, merupakan obat medis yang banyak sekali digunakan untuk mengobati gangguan psikotik yang ringan hingga tingkat menengah. Untuk gangguan yang berat dan sulit untuk ditangani, antipsikotik ini kalah efektif dibandingkan dengan antipsikotik hasil temuan setelahnya; atau dalam beberapa kasus dengan gangguan tidur dan halusinasi yang akut, clozapine terbukti lebih mampu menangani gejala. Antipsikotik generasi pertama seperti chlorpromazine dan haloperidol, dikenal sebagai obat yang menimbulkan efek samping yang tidak membuat nyaman terhadap fisik orang yang menggunakannya. Namun antipsikotik generasi kedua dan setelahnya, seperti clozapine, risperidone, quetiapine, dan olanzapine, juga bukan obat yang bebas efek samping. Perbedaan dalam hal efek samping pada keduanya adalah pada waktu kemunculannya: efek samping antipsikotik generasi pertama dirasakan segera setelah obatnya diminum; sementara obat generasi kedua dan setelahnya, efek sampingnya, misalnya penambahan berat badan atau gangguan metabolisme, muncul setelah penggunaan yang terus-menerus dalam jangka waktu panjang. Walaupun demikian, efek samping tersebut dapat dikelola dengan baik; misalnya saja, kekakuan pada otot halus karena penggunaan antipsikotik generasi pertama dapat ditangani dengan penggunaan THP (trihexyphenidyl), dan penambahan berat badan dapat direduksi akibatnya dengan melakukan diet dan olahraga. Antipsikotik generasi yang lebih baru dan yang diharapkan lebih efektif untuk menangani skizofrenia, yang semula diperkirakan kemunculannya pada dasawarsa kedua abad ke-21, hingga sekarang belum ada. Sejumlah obat yang telah menjalani uji klinis, misalnya Bifeprunox yang diproduksi oleh Solvay dan Lundbeck, dinyatakan telah gagal untuk memenuhi harapan akan antipsikotik yang lebih baik dan dihentikan proses penelitiannya setelah aplikasinya yang diajukan ke FDA (Food and Drugs Administration, yaitu Badan Pengawasan Obat dan Makanan di Amerika Serikat) ditolak pada bulan Agustus 2007. Dengan demikian, diperlukan waktu yang lebih panjang untuk mencapai angka kesembuhan yang lebih tinggi bagi gangguan psikosis ini, jika yang diharapkan adalah peran antipsikotik yang lebih besar. |
Berapa Dosis dan Bagaimana Aturan Pakai Arinia?
Dosis adalah takaran yang dinyatakan dalam satuan bobot maupun volume (contoh: mg, gr) produk kesehatan (obat, suplemen, dan lain-lain) yang harus digunakan untuk suatu kondisi medis tertentu serta frekuensi pemberiannya. Biasanya kekuatan dosis ini tergantung pada kondisi medis, usia, dan berat badan seseorang. Aturan pakai mengacu pada bagaimana produk kesehatan tersebut digunakan atau dikonsumsi. Berikut ini dosis dan aturan pakai Arinia:
Dewasa Dosis awal & target: 10 mg/ hr atau 15 mg/ hr. Remaja 10 mg/ hr.
Bagaimana Cara Pemberian Obat Arinia?
Dapat diberikan bersama atau tanpa makanan.
Apa Saja Kontraindikasi Arinia?
Kontraindikasi merupakan suatu petunjuk mengenai kondisi-kondisi dimana penggunaan obat tersebut tidak tepat atau tidak dikehendaki dan kemungkinan berpotensi membahayakan jika diberikan. Pemberian Arinia dikontraindikasikan pada kondisi-kondisi berikut ini:
Hipersensitif.
Perhatian
Gangguan depresif mayor. Pasien dengan risiko gangguan bipolar. Sindrom keganasan neurologis. DM. Penyakit kV (riwayat MI, penyakit jantung iskemik, gagal jantung, kelainan konduksi), penyakit serebrovaskular, predisposisi hipotensi. Pasien dengan riwayat leukopenia / neutropenia, kejang atau ambang kejang yang lebih rendah. Pasien dengan risiko pneumonia aspirasi. Dapat mengganggu kemampuan mengemudi kendaraan atau mengoperasikan mesin. Pasien lansia dengan demensia terkait psikosis.
Pertanyaan yang Sering Diajukan
Apakah Aman Menggunakan Arinia Saat Mengemudi atau Mengoperasikan Mesin?
Jika Anda mengalami gejala efek samping seperti mengantuk, pusing, gangguan penglihatan, gangguan pernapasan, jantung berdebar, dan lain-lain setelah menggunakan Arinia, yang dapat mempengaruhi kesadaran atau kemampuan dalam mengemudi maupun mengoperasikan mesin, maka sebaiknya Anda menghindarkan diri dari aktivitas-aktivitas tersebut selama penggunaan dan konsultasikan dengan dokter Anda.
Bagaimana Jika Saya Lupa Menggunakan Arinia?
Jika Anda lupa menggunakan Arinia, segera gunakan jika waktunya belum lama terlewat, namun jika sudah lama terlewat dan mendekati waktu penggunaan berikutnya, maka gunakan seperti dosis biasa dan lewati dosis yang sudah terlewat, jangan menggandakan dosis untuk mengganti dosis yang terlewat. Pastikan Anda mencatat atau menyalakan pengingat untuk mengingatkan Anda mengenai waktu penggunaan obat agar tidak terlewat kembali.
Apakah Saya Dapat Menghentikan Penggunaan Arinia Sewaktu-waktu?
Beberapa obat harus digunakan sesuai dengan dosis yang diberikan oleh dokter. Jangan melebih atau mengurangi dosis obat yang diberikan oleh dokter secara sepihak tanpa berkonsultasi dengan dokter. Obat seperti antibiotik, antivirus, antijamur, dan sebagainya harus digunakan sesuai petunjuk dokter untuk mencegah resistensi dari bakteri, virus, maupun jamur terhadap obat tersebut. Konsultasikan dengan dokter mengenai hal ini.
Jangan menghentikan penggunaan obat secara tiba-tiba tanpa sepengetahuan dokter, karena beberapa obat memiliki efek penarikan jika penghentian dilakukan secara mendadak. Konsultasikan dengan dokter mengenai hal ini.
Bagaimana Cara Penyimpanan Arinia?
Setiap obat memiliki cara penyimpanan yang berbeda-beda, cara penyimpanan dapat Anda ketahui melalui kemasan obat. Pastikan Anda menyimpan obat pada tempat tertutup, jauhkan dari panas maupun kelembapan. Jauhkan juga dari paparan sinar Matahari, jangkauan anak-anak, dan jangkauan hewan.
Bagaimana Penanganan Arinia yang Sudah Kedaluwarsa?
Jangan membuang obat kedaluwarsa ke saluran air, tempat penampungan air, maupun toilet, sebab dapat berpotensi mencemari lingkungan. Juga jangan membuangnya langsung ke tempat pembuangan sampah umum, hal tersebut untuk menghindari penyalahgunaan obat. Hubungi Dinas Kesehatan setempat mengenai cara penangangan obat kedaluwarsa.
Apa Efek Samping Arinia?
Efek Samping merupakan suatu efek yang tidak diinginkan dari suatu obat. Efek samping ini dapat bervariasi pada setiap individu tergantung pada pada kondisi penyakit, usia, berat badan, jenis kelamin, etnis, maupun kondisi kesehatan seseorang. Efek samping Arinia yang mungkin terjadi adalah:
Mual, sakit kepala, insomnia. Dewasa: Muntah, sembelit, pusing, akathisia, gelisah, gelisah. Remaja & anak: Mengantuk, gangguan ekstrapiramidal, kelelahan, nafsu makan meningkat, insomnia, nasofaringitis, berat meningkat.
Apa Saja Interaksi Obat Arinia?
Interaksi obat merupakan suatu perubahan aksi atau efek obat sebagai akibat dari penggunaan atau pemberian bersamaan dengan obat lain, suplemen, makanan, minuman, atau zat lainnya. Interaksi obat Arinia antara lain:
Carbamazepin, ketokonazol, kinaidin, fluoxetine, paroxetine, itraconazole, eritromisin, jus grapefruit, quinidine, fluoxetine, paroxetine, alkohol.
Bagaimana Kategori Keamanan Penggunaan Arinia Pada Wanita Hamil?
Kategori keamanan penggunaan obat untuk wanita hamil atau pregnancy category merupakan suatu kategori mengenai tingkat keamanan obat untuk digunakan selama periode kehamilan apakah memengaruhi janin atau tidak. Kategori ini tidak termasuk tingkat keamanan obat untuk digunakan oleh wanita menyusui.
FDA (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat) mengkategorikan tingkat keamanan obat untuk wanita hamil menjadi 6 (enam) kategori yaitu A, B, C, D, X, dan N. Anda bisa membaca definisi dari setiap kategori tersebut di sini. Berikut ini kategori tingkat keamanan penggunaan Arinia untuk digunakan oleh wanita hamil:Kategori C: Studi pada binatang percobaan telah memperlihatkan adanya efek samping pada janin (teratogenik atau embroisidal atau lainnya) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita, atau studi pada wanita dan binatang percobaan tidak dapat dilakukan. Obat hanya boleh diberikan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.
Kemasan, Sediaan, dan Harga Arinia
- Arinia tab 10 mg : 10’s, Rp 250.000
- Arinia tab 15 mg : 10’s, Rp 290.000
- Arinia tab 5 mg : 10’s, Rp 140.000
Apa Nama Perusahaan Produsen Arinia?
Produsen obat (perusahaan farmasi) adalah suatu perusahaan atau badan usaha yang melakukan kegiatan produksi, penelitian, pengembangan produk obat maupun produk farmasi lainnya. Obat yang diproduksi bisa merupakan obat generik maupun obat bermerek. Perusahaan jamu adalah suatu perusahaan yang memproduksi produk jamu yakni suatu bahan atau ramuan berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sari, atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang telah digunakan secara turun-temurun untuk pengobatan. Baik perusahaan farmasi maupun perusahaan jamu harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Setiap perusahaan farmasi harus memenuhi syarat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik), sedangkan perusahaan jamu harus memenuhi syarat CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) untuk dapat melakukan kegiatan produksinya agar produk yang dihasilkan dapat terjamin khasiat, keamanan, dan mutunya. Berikut ini nama perusahaan pembuat produk Arinia:Meprofarm
Meprofarm adalah suatu perusahaan farmasi Indonesia yang didirikan pada 1973 oleh Wanne Mardiwidyo. Awalnya perusahaan ini memasarkan obat generik yang pada waktu itu masih diproduksi secara maklon atau dikerjakan oleh pihak lain di ITB (Institut Teknologi Bandung). Tahun 1993 Meprofarm mulai membangun fasilitas produksi yang dinamakan Mepro-1 di Bandung dengan tujuan untuk memperbesar skala produksi dan mendapatkan sertifikat CPOB dari Kementrian Kesehatan. Fasilitas Mepro-1 digunakan untuk produksi, riset and development, gudang, marketing, dan keuangan perusahaan. Di lokasi tersebut diproduksi produk sefalosporin steril dan non-steril. Tahun 1996 meprofarm berhasil mendapatkan sertifikat CPOB untuk produk farmasi dengan sediaan tablet, kapsul, sirup cair dan kering, dan krim, dua tahun kemudian berhasil memperoleh sertifikat CPOB untuk produk sefalosporin dengan sediaan serbuk steril, tablet, dan sirup kering. Pada tahun 2006, perusahaan ini mulai membangun fasilitas produksi Mepro-2 yang lokasinya persis dibelakang Mepro-1. Fasilitas baru ini ditujukan untuk memproduksi produk farmasi dengan sediaan cairan steril meliputi cairan injeksi, sirup cair, supositoria, krim, dan sirup kering. Selain itu fasilitas ini juga digunakan untuk riset and development. Oleh karenanya pada 2008, Meprofarm berhasil mendapatkan sertifikat ISO 9001 dan ISO 14001 dan pada 2011 seiring dengan telah diperolehnya sertifikat CPOB pada fasilitas Mepro-2, maka dimulailah produksi perdana di fasilitas ini. Beberapa perusahaan farmasi lainnya yang telah menjalin kerjasama dengan Meprofarm antara lain PT. Tanabe Indonesia, PT. Astellas, PT. Dexa Medica, PT. Holi Pharma, PT. Otto Pharmaceutical, dan sebagainya. |